Memaknai Critique
of Pure Reason -Refleksi 10
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Kamis, 7 Desember 2017, 07.30-09.10 WIB
Oleh:
Elsa Susanti (17709251024)
Pascasarjana
Pendidikan Matematika B 2017
Belajar filsafat
adalah belajar tentang pemikiran para filsuf. Salah satu sumber belajar
filsafat adalah buku dengan judul “Critique
of Pure Reason” yang berisikan pemikiran Immanuel Kant. Secara bahasa,
Immanuel artinya gereja, namun buku ini tidak ada kaitannya dengan agama
melainkan terkait filsafat berfikir, yaitu epistemologi. Sebenar-benar filsafat
ilmu adalah epistemologi. Filsafat ilmu tidak dapat berdiri tanpa ontologi dan
aksiologi. Jadi ontologi, epistemologi, dan aksiologi adalah tiga serangkai
yang membangun filsafat. Hubungan ketiganya adalah ibarat makanan dan bernapas.
Tiadalah arti makanan jika kita tidak bernapas dan tiada pulalah arti napas
jika kita tidak bisa makan.
Berikut pembahasan buku Immanuel Kant: Critique of Pure Reason
Maksud dari berpikir itu selalu ingin diketahui. Orang
ingin mengetahui sebenarnya apa maksud dari berpikir tapi sangat sulit untuk
dijawab bahkan sebetulnya tidak dapat dijawab secara tuntas.
Berpikir merupakan suatu prinsip. Prinsip dilahirkan
dari pengalaman yang dialami oleh manusia. Prinsip yang ada dalam pikiran
bersifat logis karena pikiran manusia juga bersifat logis. Maka syarat perlu dan
syarat cukup untuk benar adalah logis dan logika manusia harus cocok dengan
pengalaman. Jadi Immanuel Kant memiliki pandangan bahwa ilmu bukan logika
semata melainkan juga meliputi pengalaman. Dengan demikian, logika dalam
pikiran itu harus sesuai dengan pengalaman.
Prinsipnya berpikir baik yang berasal dari logika
maupun dari pengalaman tidak ada akhirnya dan ketiadaan akhir dari pikiran
itulah disebut metafisik. Metafisik merupakan ketiadaan akhir dari pikiran. Misalnya
dibalik A ada B, dibalik B ada C, demikian seterusnya tidak pernah selesai.
Pikiran tidak pernah berhenti karena pikiran merupakan prinsip/aturan. Pikiran
manusia menembus ruang dan waktu. Dengan demikian, separuh dari pikiran adalah
pengalaman.
Pikiran merupakan aturan yang mengatur semua
kehidupan. Administrasi juga aturan, tatacara yang bersifat dogma. Dogma
artinya pendapat seseorang tentang pikiran di masa dahulu. Saat ini, menghilangkan
dogma untuk memperoleh pikiran baru seperti kaum barbar menembus masyarakat
berperang dalam rangka mempoleh penjelasan konsep mengenai apa hakikat
berpikir. Hal ini mengakibatkan kerajaan dogma yang dipikirkan sebelumnya hancur
berantakan. Jadi, jika kamu punya pendapat lama dan bertahan maka itu namanya empire. Belajar filsafat adalah meruntuhkan
kerajaan tersebut agar kamu dapat menyesuaikan dengan keadaan sekarang.
Misalnya, seseorang tidak mau menggunakan hp karena mempertahankan tradisional.
Itu merupakan kerajaan daripada bendamu sehingga muncullah skeptis. Kerajaan
yang otoriter membuat skeptis jadi ragu-ragu. Jadi, janganlah engkau ragu-ragu
di dalam hati, tapi ragukanlah di dalam pikiran karena sebenar-benar ragu dalam
pikiran adalah ilmu.
Tidak ada perubahan terhadap pemikiran sama artinya
mendirikan kerajaan mitos. Melalui filsafat pemikiran menjadi berantakan supaya
konsepnya dapat ditinjau ulang.
Berantakannya pikiran adalah dalam maksud menetralisirkan pendapat.
Itulah pentingnya filsafat. Jika engkau ingin bertemu Tuhan maka jangan hanya
dipikirkan. Kerjakan sekarang, jika Tuhan ridho maka artinya engkau ketemu
tuhan.
Pikiran yang dinamik dan selalu mencari ilmu baru
digambarkan sebagai suku barbar yang pergi kemana-mana. Masyarakat yang
menjelajah kemana-mana lebih bagus daripada hanya penduduk yang bertempat
tinggal. Ini hanyalah perumpaan dan inilah sebenar-benar bahasa analog. Kuatnya
pendirian yang tidak mau berubah diibaratkan sebagai bertempat tinggal di suatu
daerah sehingga muncul pemikiran bahwa rumah bersifat relatif.
Orang nomaden membenci orang yang bertinggal tinggal secara
tetap. Masyarakat dengan pikiran-pikiran relatif disebut states kuo. Sedangkan orang
nomaden bersifat kreatif dan inovatif yang referensinya mengalir dari pikiran
sehingga tidak kaget dengan adanya destruktif. Orang yang deskruktif
membayangkan sebagai penduduk yang tinggal pada satu daerah tertentu.
Masyarakatnya menjadi states kuo. Sebenar-benar hidup adalah herrmenetika
antara states kuo dengan reformasi. Jika sudah berhermenetika maka
sebenar-benar hidup adalah berpikir, tidak terperangkap dalam mitos, tidak
berhenti. Dalam filsafat, sebenar-benar bodoh adalah berhenti dari ikhtiar dan
sebenar-benar cerdas adalah berusaha.
Sebenar-benar dunia adalah yang tetap dan berubah.
Segala hal yang tetap adalah prinsip dan yang berubah adalah isinya. Sebenar-benar
prinsip adalah wadah. Wadah dan isi obsolut adalah Tuhan sedangkan manusia
tidak dapat obsolut tetapi hanya menggapainya. Dengan demikian, persoalan
apapun yang kita hadapai harus dihermenetikakan.
--Janganlah ragu-ragu di
dalam hati, tapi ragukanlah di dalam pikiran karena sebenar-benar ragu dalam
pikiran adalah ilmu.
Elsa Susanti | Youtube : http://www.youtube.com/c/ElsaSusanti |
0 komentar:
Posting Komentar