Rabu, 03 Januari 2018

Refleksi 10 Perkuliahan Filsafat Bersama Prof. Dr. Marsigit, M.A.



Memaknai Critique of Pure  Reason         -Refleksi 10
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Kamis, 7 Desember 2017, 07.30-09.10 WIB

Oleh:
Elsa Susanti (17709251024)
                                                         Pascasarjana Pendidikan Matematika B 2017


Belajar filsafat adalah belajar tentang pemikiran para filsuf. Salah satu sumber belajar filsafat adalah buku dengan judul “Critique of Pure Reason” yang berisikan pemikiran Immanuel Kant. Secara bahasa, Immanuel artinya gereja, namun buku ini tidak ada kaitannya dengan agama melainkan terkait filsafat berfikir, yaitu epistemologi. Sebenar-benar filsafat ilmu adalah epistemologi. Filsafat ilmu tidak dapat berdiri tanpa ontologi dan aksiologi. Jadi ontologi, epistemologi, dan aksiologi adalah tiga serangkai yang membangun filsafat. Hubungan ketiganya adalah ibarat makanan dan bernapas. Tiadalah arti makanan jika kita tidak bernapas dan tiada pulalah arti napas jika kita tidak bisa makan.
Berikut  pembahasan buku Immanuel Kant: Critique of Pure Reason
Maksud dari berpikir itu selalu ingin diketahui. Orang ingin mengetahui sebenarnya apa maksud dari berpikir tapi sangat sulit untuk dijawab bahkan sebetulnya tidak dapat dijawab secara tuntas.
Berpikir merupakan suatu prinsip. Prinsip dilahirkan dari pengalaman yang dialami oleh manusia. Prinsip yang ada dalam pikiran bersifat logis karena pikiran manusia juga bersifat logis. Maka syarat perlu dan syarat cukup untuk benar adalah logis dan logika manusia harus cocok dengan pengalaman. Jadi Immanuel Kant memiliki pandangan bahwa ilmu bukan logika semata melainkan juga meliputi pengalaman. Dengan demikian, logika dalam pikiran itu harus sesuai dengan pengalaman.
Prinsipnya berpikir baik yang berasal dari logika maupun dari pengalaman tidak ada akhirnya dan ketiadaan akhir dari pikiran itulah disebut metafisik. Metafisik merupakan ketiadaan akhir dari pikiran. Misalnya dibalik A ada B, dibalik B ada C, demikian seterusnya tidak pernah selesai. Pikiran tidak pernah berhenti karena pikiran merupakan prinsip/aturan. Pikiran manusia menembus ruang dan waktu. Dengan demikian, separuh dari pikiran adalah pengalaman.
Pikiran merupakan aturan yang mengatur semua kehidupan. Administrasi juga aturan, tatacara yang bersifat dogma. Dogma artinya pendapat seseorang tentang pikiran di masa dahulu. Saat ini, menghilangkan dogma untuk memperoleh pikiran baru seperti kaum barbar menembus masyarakat berperang dalam rangka mempoleh penjelasan konsep mengenai apa hakikat berpikir. Hal ini mengakibatkan kerajaan dogma yang dipikirkan sebelumnya hancur berantakan. Jadi, jika kamu punya pendapat lama dan bertahan maka itu namanya empire. Belajar filsafat adalah meruntuhkan kerajaan tersebut agar kamu dapat menyesuaikan dengan keadaan sekarang. Misalnya, seseorang tidak mau menggunakan hp karena mempertahankan tradisional. Itu merupakan kerajaan daripada bendamu sehingga muncullah skeptis. Kerajaan yang otoriter membuat skeptis jadi ragu-ragu. Jadi, janganlah engkau ragu-ragu di dalam hati, tapi ragukanlah di dalam pikiran karena sebenar-benar ragu dalam pikiran adalah ilmu.
Tidak ada perubahan terhadap pemikiran sama artinya mendirikan kerajaan mitos. Melalui filsafat pemikiran menjadi berantakan supaya konsepnya dapat ditinjau ulang.  Berantakannya pikiran adalah dalam maksud menetralisirkan pendapat. Itulah pentingnya filsafat. Jika engkau ingin bertemu Tuhan maka jangan hanya dipikirkan. Kerjakan sekarang, jika Tuhan ridho maka artinya engkau ketemu tuhan.
Pikiran yang dinamik dan selalu mencari ilmu baru digambarkan sebagai suku barbar yang pergi kemana-mana. Masyarakat yang menjelajah kemana-mana lebih bagus daripada hanya penduduk yang bertempat tinggal. Ini hanyalah perumpaan dan inilah sebenar-benar bahasa analog. Kuatnya pendirian yang tidak mau berubah diibaratkan sebagai bertempat tinggal di suatu daerah sehingga muncul pemikiran bahwa rumah bersifat relatif.
Orang nomaden membenci orang yang bertinggal tinggal secara tetap. Masyarakat dengan pikiran-pikiran relatif disebut states kuo. Sedangkan orang nomaden bersifat kreatif dan inovatif yang referensinya mengalir dari pikiran sehingga tidak kaget dengan adanya destruktif. Orang yang deskruktif membayangkan sebagai penduduk yang tinggal pada satu daerah tertentu. Masyarakatnya menjadi states kuo. Sebenar-benar hidup adalah herrmenetika antara states kuo dengan reformasi. Jika sudah berhermenetika maka sebenar-benar hidup adalah berpikir, tidak terperangkap dalam mitos, tidak berhenti. Dalam filsafat, sebenar-benar bodoh adalah berhenti dari ikhtiar dan sebenar-benar cerdas adalah berusaha.
Sebenar-benar dunia adalah yang tetap dan berubah. Segala hal yang tetap adalah prinsip dan yang berubah adalah isinya. Sebenar-benar prinsip adalah wadah. Wadah dan isi obsolut adalah Tuhan sedangkan manusia tidak dapat obsolut tetapi hanya menggapainya. Dengan demikian, persoalan apapun yang kita hadapai harus dihermenetikakan.


--Janganlah ragu-ragu di dalam hati, tapi ragukanlah di dalam pikiran karena sebenar-benar ragu dalam pikiran adalah ilmu.



Elsa Susanti | Youtube : http://www.youtube.com/c/ElsaSusanti | 


0 komentar:

Posting Komentar