SEBAB AKIBAT FILSAFAT
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Kamis, 19 Oktober 2017, 07.30-09.10 WIB
Oleh:
Elsa Susanti (17709251024)
Pascasarjana
Pendidikan Matematika B 2017
Sadar atau tidak sadar, kita selalu mengalami hukum
sebab akibat. Bila dipandang dengan kacamata filsafat maka sebab adalah
pondamen. Artinya sebab menjadi dasar seseorang untuk mengada melalui kegiatan
berpikir dan bergerak. Maka akibatnya adalah pengada. Tiadalah akibat tanpa
sebab dan tiada pulalah pengada tanpa mengada.
Seyogyanya, sebab dari sebab belum tentu sebab. Sebab dari
akibat itu belum tentu sebab maka sebab dari sebab dari sebab belum tentu sebab dan sebab dari akibat akibat belum tentu pula sebab. Begitu pula sebaliknya, akibat dari
akibat itu belum tentu akibat. Akibat dari sebab
belum tentu akibat maka akibat dari sebab belum tentu akibat dan Akibat dari
sebab sebab belum tentu pula akibat. Dengan demikian, sebenar-benar sebab akibat dan akibat sebab adalah
tesis.
Semua yang ada dan yang mungkin ada
adalah sebuah potensi. Maka segala sebab terlahir dari potensi dan segala
akibat berasal dari mengada. Sebab menimbulkan akibat tidak lain dan tidak
bukan adalah karena manusia berfikir. Sedangkan sebab yang tak berakibat adalah karena tidak
mengada. Oleh karena itu sebab dan akibat menuju infinitigres. Artinya sebab dan akibat akan terus berlanjut selagi manusia ada dan
melakukan mengada. Maka sebenar-benar sebabku, sebabmu, dan akibatku dan
akibatmu adalah subyektif.
Sebab yang ada dan yang mungkin ada tidak terhitung jumlahnya. Dan sebenar-benar
sebab absolut adalah sebab prima yaitu kuasa Tuhan. Saat kita menyebutkan ‘Ini sebab’ maka artinya sebab tersebut adalah sebab
terpilih dari sekian banyak sebab yang lain. Jika saat
satu sebab terpilih maka sebab yang lain berada di epoke. Epoke adalah
komponen metode fenomenologi. Sadar atau tidak sadar manusia selalu menggunakan epoke namun hanya orang
yang belajar filsafat yang menyadarinya. Dengan adanya epoke itulah manusia
bisa memilih dengan konsentrasi. Epoke bak gudang penyimpanan yang kita abaikan. Maka epoke itu adalah
fenomenologi. Inti dari fenomenologi itu ada dua yaitu abstraksi dan idealisasi.
Abstraksi itu memilih. Jadi dalam hidup pasti kita melakukan yang namanya
memilih, itulah kita mengabstraksi, dan yang lain yang tidak kita pilih kita
masukkan ke dalam epoke. Jangankan manusia,
hewan dan tumbuhan pun bisa berepoke. Dalam tumbuhan, misalnya tumbuhan kalau
tumbuh biasanya mengikuti arah sinar matahari, ini salah satu pilihan tumbuhan,
dan arah lain dimasukkan ke dalam epoke.
Sekian banyak sebab di dalam epoke adalah bukti
keterbatasan manusia. Dan sebenar-benar langkah dalam mengetahui batas
kemampuan kita adalah dengan berhemenetika karena sebenar
benar hidup adalah hermenetika. Bentuk hermenetika
adalah membangun pergaulan dengan sesama manusia. Maka hermenetika adalah filsafat jika
diturunkan jadi interaksi dan jika dinaikkan
jadi silaturahim. Sebenar-benar
manusia yang tinggi derajatnya adalah mereka yang mampu berhemenetika sesuai
dengan ruang dan waktu yang tepat. Dengan demikian, orang yang
tidak bisa menyesuaikan ruang dan waktu merupakan orang yang tidak bahagia.
0 komentar:
Posting Komentar