Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A
Kamis, 14 September 2017, 07.30-09.10 WIB
Oleh:
Elsa Susanti (17709251024)
Pascasarjana UNY, Pendidikan
Matematika B 2017
Samudera
kehidupan yang kita karungi lambat laut akan sampai pada akhir zaman. Kedekatan
akhir zaman ditandai dengan semakin tak berhingganya manusia yang mengalami
disorientasi. Manusia terkena
polusi kehidupan mengalami disorientasi, radikalisme dan
intoleransi. Manusia
golongan ini bak cethol-cethol di samudera yang
mengelepar-gelepar ke permukaaan dikarenakan air samudera dan tercemar. Untuk selamat dari disorientasi kehidupan, kita
hendaklah senantiasa terus
belajar dan berikhtiar
mencari ilmu pengetahuan seperti cethol-cethol yang terus berenang
mencari air segar kehidupan.
Dengan demikian sebenar-benarnya tugas manusia
adalah bersyukur
kepada Tuhan yang mahakuasa karena
masih diberikan
kesempatan dalam berikhtiar (mencari ilmu) sehingga mampu
menangkal polusi-polusi kehidupan.
Disorientasi
kehidupan para cethol tak
lain dan tak bukan dikarenakan filsafat yang berkembang
pada masa ini adalah filsafat bahasa atau filsafat analitik. Pusat dari kehidupan
manusia saat ini
adalah bahasa. Informasi, komunikasi, teknologi, internet, media sosial, dan lainya menggunakan bahasa.
Oleh karena itu hidup adalah bahasa maka sebenar-benar hidupmu adalah kata-katamu
dan sebenar-benarnya dirimu adalah tulisanmu. Filsafat adalah olah pikir, untuk menyampaikan hasil
olah pikir dan memahami hal diluar pikiran secara utuh tidaklah mungkin, maka bahasalah sebagai
penyampai olah pikir dan sebagai penerima informasi dari luar pikiran.
Filsafat
berasal dari
obyeknya dan obyek filsafat tergantung pada
ruangnya. Ruang dalam filsafat dibagi menjadi dua yaitu ruang bumi dan ruang
langit. Maka sebenar-benar
ilmu adalah saat langit bertemu
dengan bumi atau bumi menggapai langit. Obyek kebenaran
yang ada di langit bersifat
tunggal sehingga segala sesuatu yang ada di ruang langit adalah kebenaran yang bersifat monoisme
sedangkan obyek kebenaran di bumi bersifat plural sehingga segala sesuatu yang ada
di bumi adalah kenyataan yang bersifat pluralism. Semua yang ada di ruang
langit adalah prinsip sehingga semua yang ada dan yang mungkin ada di ruang bumi
adalah bayangan dari prinsip.
Ruang
yang lebih tinggi dari langit dan bumi bersifat idealism. Kebenaran yang paling tinggi berada
pada ranah spiritualism dan bersifat absolut dan sebenar-benarnya
prinsip absolut hanyalah kuasa Tuhan. Oleh karena itu, setinggi-tinggi ilmu adalah
spiritualism.
Perkembangan filsafat diawali pada zaman
Yunani kuno. Filsafat yang berkembang adalah filsafat alam. Pada masa ini, manusia masih terheran-heran terkait hal di luar dirinya. Perkembangan zaman selanjutnya melahirkan
filsafat metafisik. Filsafat
ini dikembangkan oleh Plato. Pola pikir Plato dikenal dengan Logisism yaitu menjunjung tinggi logika. Perkembangan filsafat selanjutnya adalah oleh murid
Plato yaitu Aristoteles. Berbeda dengan Plato. Aristoteles
menentang
semua pemikiran Plato
namun dia mengagung-agungkan kenyataan atau
pengalama. Pola pikir Aristoteles dikenal dengan Realism. Seiring perjalanan waktu, pemikiran
Plato dan Aristoteles
terus berkembang dan memiliki banyak pengikut. Selanjutnya berkembang paham Rasionalism yang
dikembangkan oleh Renedescrates. Pemikiran Renedescrates sejalan dengan
Plato yaitu bahwa
ilmu selalu berlandaskan dengan rasio. Paham Rasionalism tidak dapat diikuti oleh semua orang sehingga
lahirlah paham devintium. Paham ini sejalan dengan pemikiran Aristoteles yang beranggapan bahwa ilmu
itu selalu berlandaskan dari pengalaman atau lebih dikenal dengan epirisim.
Selama dua abad, kehidupan dipengaruhi oleh dua paham rasionalism dan epirisim yang
saling bertentangan dan mengalami
sejarah penjang yang gelap. Di
tengah pertentangan, muncullah Immanuel Kant yang menjadi pendamai dalam kehidupan
para cethol. Kant
menganggap bahwa sebenar-benarnya ilmu adalah
sintetik apriori (filsafat
critisism).
Berikut adalah paparaan filsafat yang
berkembang.
1.
Ilmu berpusat pada
logika
Filsafat adalah olah
pikir tentang logika. Dibawahnya logika adalah
kenyataan maka sebenar-benar
hidup adalah pikirkanlah kenyataanmu itu dan wujudkanlah pikiranmu. Ranah logika bersifat
logis sehingga semua berpusat pada logika (logisism). Tokoh yang mengembangkan paham ini adalah Plato.
Menurut Plato, sebenar-benar
ilmu adalah pikiran. Pikiran artinya logis dan tidak melihat kenyataan (analitik). Di samping bersifat logis,
pikiran juga bersifat apriori artinya mampu memahami tanpa mengalami langsung. Tak hanya Plato namun Renedescrates
juga mengagung-agungkan logika. Menurut Renedescrates, tiadalah ilmu kalau
tidak berlandaskan rasio (rasionalism).
2.
Ilmu berpusat pada
kenyataan
Murid Plato yaitu
Aristoteles, menentang pendapat Plato. Menurutnya, sebenar-benar ilmu adalah
kenyataan yang bersifat
sintetik. Kenyataan
juga bersifat aposteriori,
artinya
memikirkan objek-objek
di luar pikiran setelah mengindranya. Aposteriori dominasi berada pada dunia
anak kecil. Saat
anak kecil diajar dengan
menggunakan apriori secara
tidak langsung kita menghancurkan intuisinya sehingga anak akan kehilangan
empati dan teracam
disorientasi. Selain Aristoteles, tokoh yang juga mengagung-agunkan kenyataan
adalah Devintium. Menurutnya, tiadalah ilmu kalau tidak berlandaskan pengalaman (empirisism).
3.
Masa kebenaran geraja
Sejarah ilmu yang
panjang dan gelap
terjadi saat kebenaran di dominasi oleh gereja. Menurut gereja, tidak ada yang boleh
mengutarakan kebenaran tanpa restu dari gereja. Orang yang melanggar peraturan
tersebut dianggap sebagai penghianat gereja yang terancam ditahan ataupun
dibunuh. Salah satu yang melegenda adalah gereja memiliki teori geosentris. Perkembangan selanjutnya melahirkan Copernicus
dengan teori heliosentris.
Copernicus
dianggap sebagai penghianat sehingga
ia ditangkap namun yang dibunuh bukanlah Copernicus melainkan penerusnya yaitu
Galileo Galilei dan Bruno.
4.
Critisism
Perseteruhan
antara logika dan pengalaman
terus terjadi selama dua abad. Setelah itu munculah penengah yaitu
seorang Immanuel Kant. Menurut
Kant,
rasionalisme dan empirism tidak salah
namun rasionalism terlalu mengagung-agungkan logika sehingga mengabaikan
pengalaman sedangkan empirism
terlalu mengagung-agunkan pengalaman sehingga mengabaikan logika. Oleh karena
itu, Kant mengambil titik tengah
dengan mengadaptasi apriori dari rasionalism dan
sintetik dari empirism. Sebenar-benar ilmu menurut Kant
adalah sintetik apriori (filsafat
critisism). Kant memandang matematikawan bukan sebagai ilmuan melainkan hanya seorang
pemimpi. Hal itu karena matematikawan hanya mengutamakan logika.
Selanjutnya
lahirlah fenomena Auguste Comte. Auguste Comte
merupakan tokoh penting dalam filsafat positivism. Positivism memandang bahwa
ilmu pengetahuan didapat dari fakta-fakta yang teramati. Auguste
Comte menolak hal-hal yang berbau metafisik. Serta menolak ilmu pengetahuan
dalam bentuk etika, teologi (agama), seni karena hal tersebut merupakan
fenomena yang tidak teramati. Fenomena Auguste Comte saat ini membawa kehidupan
para cethol pada dunia pos-pos modern atau kontemporer. Indonesia saat ini
menggunakan landasan pancasila dengan prinsip materialisme, formalisme, normatif
dan spiritual. Berbeda
dengan Indonesia, dunia kontemporer yang cenderung
memarginalkan agama.
Komtemporer berhasil mengempur habis-habisan Indonesia dengan teknologi.
Dunia
kontemporer menjadikan manusia seperti patung yang tidak menghiraukan
sekitarnya. Manusia umumnya
terbuai
dengan dunia gadget dan menghiraukan
komunikasi dengan sekitarnya bahkan melupakan komunikasi dengan Tuhannya. Hal ini tantangan terkhusus bagi mereka
yang mengaku sebagai warga Indonesia untuk menghadapi gempuran dunia
kontemporer yang tidak sesuai dengan idiologi Bangsa. Warga Indonesia tidak dapat
menghindari gempuran dunia kontemporer. Dengan demikian kita harus menjadikan
spiritualism sebagai filter dalam menghadapi dunia kontemporer.
Elsa Susanti | Youtube : http://www.youtube.com/c/ElsaSusanti |
0 komentar:
Posting Komentar