Memaknai Estetika Wayang
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Marsigit, M.A.
Oleh:
Elsa Susanti (17709251024)
Wayang kulit adalah seni
tradisional Indonesia
yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju
kepada roh spiritual,
dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa. Ada juga
yang mengartikan wayang adalah istilah bahasa Jawa yang bermakna 'bayangan',
hal ini disebabkan karena penonton juga bisa menonton wayang dari belakang
kelir atau hanya bayangannya saja (sumber Wikipedia).
Sebagai jati diri
bangsa Indonesia, wayang harus dilestarikan. Sebelumnya, saya belum pernah
menonton wayang. Namun, saat ini saya sedang menempuh studi di Kota Pelajar,
Yogyakarta. Alhamdulillah saya telah berkesempatan menonton pertunjukan wayang
di Museum Sonobudoyo Yogyakarta pada November 2017.
Selain berbijak pada pepatah ‘Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung’,
dorongan menonton wayang juga lahir dari dosen matakuliah Filsafat. Tentunya
banyak hal yang bisa dipandang dalam wayang dengan kacamata filsafat.
(Foto saat menonton pertunjukan wayang)
Pertunjukan
wayang mengambil lakon kisah Ramayana yang terdiri
dari menjadi 8 episode, sebagai berikut.
- Episode 1 : The Abduction Of Shinta
- Episode 2 : Hanoman’s Mission
- Episode 3 : Rama’s Dam
- Episode 4 : Anggada’s Mission
- Episode 5 : The Death of Prahasta
- Episode 6: Trigangga Looking For His Father
- Episode 7 :The Death of Kumbakarna
- Episode 8 : The Death of Rahwana
Pada malam itu, sedang berada pada episode 5, yaitu
menceritakan Kematian Prahasta. Memang agak sulit bagi saya memahami jalan
ceritanya karena saya belum paham bahasa Jawa. Namun dengan adanya synopsis dan
bantuan teman-teman asli Jawa membuat saya sangat terbantu.
Filsafat
terdiri atas ontology, epistemology, dan aksiologi. Dalam sudut pandang
filsafat, pagelaran wayang mengandung aksiologi. Aksiologi berisi etik (benar
dan salah) dan estetika (keindahan). Wayang memiliki nilai etik, memberikan
sebuah cerminan kehidupan manusia secara konkret. Pada hakikatnya, wayang dapat
memberikan gambaran lakon perihal kehidupan manusia dengan berbagai
problematikanya, wayang sebagai etalase nilai dengan makna dan simboliknya yang
dapat dijadikan sumber ajaran
kehidupan. Pergelaran wayang juga merupakan proses instropeksi intuitif terhadap
simbol-simbol yang digelar di dalam pagelaran tersebut. Wayang dijadikan
sebagai tontotan masyarakat yang terkandung nilai-nilai leluhur yang sangat
kental di dalamnya. Dengan demikian, pagelaran wayang secara realitas dan
simbolik tampil sebagai sebuah tontonan, tuntunan, dan tatanan yang dapat
menghibur serta menyampaikan ajaran sebagai referensi kehidupan pribadi, maupun
dalam bermasyarakat dan bernegara.
Semua
nilai-nilai etik tadi dikemas dalam keindahan seni dari pagelaran wayang, yang
kita kenal dengan estetika. Karena tidak hanya etik, wayang juga berkaitan erat
dengan nilai estetika di dalamnya. Melalui keindahan yang terpancarkan melalui
aura gemerlap dalam sajian pagelaran wayang, menjadi daya tarik yang kuat,
sehingga menjadi kesenangan maupun keindahan tersendiri bagi para penikmatnya,
tidak hanya masyarakat lokal namun juga masyarakat non-lokal. Sebagaimana arti
wayang adalah bayangan. Saya melihat dari depan dan belakang, keduanya memiliki
sisi estetika masing-masing. Dengan kerjasama tim wayang daat terciptanya pertunjukan
yang harmonis.